KESEHATAN

Jebakan Rokok Dalam Pembangunan Manusia Indonesia

ARTIKEL (Jakarta), Goinfo.id — (27/8)  Pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas merupakan salah satu prioritas pemerintah dalam lima tahun mendatang. Namun, pembangunan tersebut menghadapi berbagai tantangan, di antaranya yaitu tingginya angka perokok di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, permasalahan konsumsi rokok menjadi jebakan yang terjadi di semua tahapan pembangunan manusia Indonesia.

Bahkan, kata dia, persoalan perokok ini bukan hanya berdampak pada permasalahan kesehatan dan ekonomi pada orang dewasa. Tetapi yang paling krusial, dampak buruk yang bisa terjadi adalah persoalan gagal tumbuh atau stunting pada usia anak-anak.

Hal itu disampaikan Menko PMK saat menjadi pembicara kunci pada Webinar Diseminasi Hasil Penelitian yang berjudul “Tingkat Prevalensi Peningkatan Merokok pada Kategori Anak di Indonesia: Efek Harga dan Efek Teman Sebaya”, yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) – Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI, pada Kamis (27/8).

“Orang tua perokok itu punya dampak yang sangat serius terhadap janin yang ada dalam kandungan seorang ibu. Baik itu ibu perokok atau suami perokok. Atau si ibu tidak merokok tapi menjadi perokok pasif. Dan itu akan memengaruhi janin yang ada di dalam kandungan,” jelasnya.

Muhadjir mengatakan, pemerintah saat ini mewaspadai praktek merokok di dalam keluarga untuk mencegah dampak stunting pada anak-anak. Apalagi, kata dia, saat ini Presiden Joko Widodo berfokus pada penanganan stunting. Dia memaparkan, angka stunting di Indonesia saat ini sebesar 27,67 persen. Presiden mencanangkan angka stunting pada tahun 2024 harus ditekan bawah 14 persen.

“Karena itu, kita mewaspadai praktek merokok dalam keluarga. Ini harus dilakukan karena stunting ini memiliki andil yang sangat besar dan menjadi faktor hambatan utama terhadap pembangunan manusia indonesia. Bahkan sekitar 54 persen angkatan kerja indonesia yang jumlahnya 136 juta itu 54 persen pernah stunting, terutama pada masa 1000 hari kehidupan,” jelas dia.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti PKJS-UI Teguh Dartanto menyampaikan hasil penelitiannya bahwa prevalensi perokok pada kategori anak di Indonesia menjadi soal yang cukup pelik saat ini. Menurut dia, hal itu dikarenakan beberapa hal, yaitu faktor harga rokok yang cukup murah, dan faktor teman sebaya

Kenaikan harga rokok, menurut Teguh, adalah kunci untuk menekan angka perokok pada anak dan remaja. Selain itu perlu ada pendekatan perilaku sebafai upaya pencegahan perilaku anak, seperti sosialisasi bahaya rokok dan kampanye anti rokok.

Menanggapi hasil penelitian, Menko Muhadjir mengatakan, pemerintah akan melakukan kebijakan sebaik mungkin untuk mengatasi kasus perokok anak dan remaja. “Saya yakin kementerian terkait telah membuat kebijakan-kebijakan dalam rangka kita untuk mengurangi jangan sampai anak terjangkit rokok sejak dini,” pungkas dia.(*)

Novrizaldi

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button